SATU PURNAMA DI TANAH GEMURUH
Oleh : Abdul Razak
Morowali 7 oktober 2017,tepat satu purnama telah terlewati di tanah rantau.Morowali,kabupaten yang terletak di provinsi Sulawesi tengah dengan ibu kotanya di kota Bungku.Kabupaten yang mempunyai luas 3037,04 km2 dan berpenduduk sebanyak 113.132 jiwa pada tahun 2016(entah sekarang berapa jiwa sebab bertambah 96 dari kami dan perantau lain) yang dimana tersebar di 9 kecamatan dan 133 desa/kelurahan. Itu sedikit perincian tempatku sekarang,tempat melabuhkan kehidupanku menjauh dari keluarga dan orang tersayang.Menggulung jarak ,menghiraukan waktu ,memberi kabar walau hanya sebuah ironi yang tak sesuai kabar yang sebenarnya guna mengudahkan cemas untuk semua yang jauh di sana.Seperti asal mula nama tempatku sekarang “MOROWALI” dari bahasa suku wana yang berarti “Gemuruh”,Kulabuhkan hidupku disini dengan gemuruh semangat menderu-deru seperti bunyi guruh mencari jalan di tengah sesak dengan satu pengharapan sebuah kesuksesan.
Jauh adalah kata yang mengawali perjalanan ku tempat ini.Meski bagi orang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung halamanku ke tempat ini yang hanya 767 km.Tapi bukan kah jarak itu relatif ?tergantung sugesti dari sendiri.Jauh menawarkan misteri keterasingan,jauh menebarkan aroma bahaya ,jauh adalah sebuah pertanyaan sekaligus jawaban ,jauh adalah sebuah titik tujuan yang penuh teka-teki.Dari kata jauhlah membuatku berada ditempat ini,kata jauh membuatku ingin mencoba pengalaman baru ditempat yang baru.Meski pergi beranjak ketempat ini penuh rasa berat meninggalkan orang terdekat di iringi tetesan beningan air mata.Tapi lagi-lagi sebuah pengharapan kesuksesan yang membuatku kuat untuk melewati,dan sebuah kata penenang bagi kaum muda yang sedang LDR dibawah caption foto instagram mengatakan bahwa “Kita masih memandang langit yang sama”.
Saya kesini karna diterima menjadi mahasiswa Politeknik Industri Logam Morowali yang baru didirikan pada tahun 2016 sesuai peraturan menteri perindustrian no.81/M-IND/PER/12/2016.Merupakan sebuah kebanggan bagi kami yang diterima di kampus ini,sebagai angkatan pertama,pondasi awal tolak ukur keberhasilan politeknik kedepannya.Tentunya banyak tantangan yang kami lewati sebagai angkatan pertama untuk sebuah kampus yang baru berdiri.Tapi kami melewati satu purnama pertama ini dengan hikmat dengan motto “sehati,serumpun,serusun”.
Semua memang berubah bersama waktu,termasuk perasaanku dengan kota ini.kehidupanku disini yang dimulai dari perjalan yang cukup melelahkan 28 jam dari terminal daya Makassar hingga sampai rusunawa morowali,melewati gonjangan jalanan di daerah Nuha yang cukup ekstrim yang membuat kami sejenak melupakan orang-orang yang ditinggalkan.Belum selesai melepas penat selepas perjalan ,kami lagi dikejutkan hilangnya jaringan seluler.Tentu sebuah hal yang tak biasa bagi kami yang biasanya menjadi kaum yang tunduk pada monitor hp.Namun,benar seorang pernah berkata “di balik peristiwa pasti ada hikmah” yah,, hikmah dari hilangnya jaringan seluler yang sebagai salah satu kebutuhan primer lagi bagi kami yaitu kami dapat berinteraksi,saling mengenal dengan sesama penghuni rusun tanpa adanya perantara hp yang membuat manusia yang hakikatnya sebagai makhluk social menjadi makhluk media social, yang tunduk autis berteraksi dengan sesama manusia.
...... (tunggu kelanjutannya)
Komentar